Ahli Gizi Soroti Menu MBG Isi Burger, Sentil Dapur-dapur Nakal

Foto tiktok

 

viralsumsel.com, JAKARTA– Tak hanya kasus keracunan yang menjadi sorotan, menu-menu di dalam makan bergizi gratis (MBG) juga mulai menuai kritik. Dokter dan ahli gizi Tan Shot Yen tak habis pikir menu MBG diisi dengan burger.

Awalnya dengan program MBG, anak-anak Indonesia bisa diperkenalkan dengan berbagai menu lokal yang bergizi. Namun, lama kelamaan, menu MBG yang disajikan justru burger hingga mi seperti gacoan.

“Alokasikan menu lokal 80% isi MBG di seluruh wilayah ya, saya pengin anak Papua bisa makan ikan kuah asam, saya pengin anak Sulawesi bisa makan kapurung,” ujar Tan dalam rapat di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta Pusat beberapa hari lalu.

“Yang dibagi adalah, adalah burger. Di mana tepung terigu tidak pernah tumbuh di bumi Indonesia, nggak ada anak muda yang tahu bahwa gandum tidak tumbuh di bumi Indonesia,” kata Tan.

Baca Juga :  Gubernur Herman Deru : Pemprov dan Badan Intelijen Negara Daerah Segera Gelar OP Antisipasi Gejolak Harga Kebutuhan Pokok Jelang Lebaran

Ia sangat menyayangkan dapur-dapur MBG menyajikan menu burger yang isinya bukan daging asli. Padahal tujuan MBG adalah memberikan anak-anak makanan bergizi dan sehat.

“Dibagi spageti, dibagi bakmi Gacoan, oh my god. Dan maaf, ya, itu isi burgernya itu kastanisasi juga, kalau yang dekat dengan pusat supaya kelihatan bagus dikasih chicken katsu,” katanya.

“Tapi coba kalau yang di daerah yang SPPG-nya juga sedikit main, dikasih itu loh benda tipis berwarna pink, saya aja nggak pernah mengatakan ini adalah daging olahan. Saya aja nista bilang itu daging olahan, saya nggak tahu itu produk apaan,” ungkap Tan.

“Itu rasanya kayak karton, warnanya pink dan buat lucu-lucuan nih. Lalu anak-anak disuruh, oke, do it your own, DIY. Susun, ada sayurnya. Astaga, kan bukan itu tujuan MBG, punten,” tambahnya.

Baca Juga :  Bertindak Tanggap dan Bergerak Cepat, Herman Deru Pemimpin Responsif

Untuk itu, dr Tan meminta agar dapur MBG dengan melibatkan dokter gizi benar-benar memperhatikan gizi pada makanan yang disiapkan. Tak perlu menuruti kemauan anak-anak yang mungkin meminta menu tertentu yang bukan makanan bergizi.

“Akhirnya apa ini, mau sampai kapan makannya burger, gitu, lo. Ya, jadi saya setuju bahwa ada anak yang tidak suka dengan pangan lokal karena mereka tidak terbiasa, tapi bukan berarti lalu request anak-anak lalu dijawab oleh dapur, ya wislah…. Kalau request-nya cilok? Mati kita,” ujar dr Tan. (mel)

 

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *