viralsumsel.com, KAYUAGUNG – Sidang perkara dugaan pemalsuan tandatangan dengan terdakwa Syamsul Bahri Kades Simpang Tiga Sakti dan Asmara selaku Kaur Keuangan dan Perencanaan di Kabupaten Ogan Komering Ilir (OKI) kembalii digelar di PN Kayuagung, rabu (18/5/2020). Sidang yang dipimpin oleh Majelis hakim yang diketuai Tira Tirtona SH MH dan hakim Anggota Made Kariana SH MH dan Dani Agustinus SH MH, Saksi Pelapor Erika (40) mantan ketua BPD, Wiwid Efani (46) mantan Sekretaris Desa dan Jefry (37) mantan Anggota BPD.
Dalam keterangannya saksi Erika menjelaskan, dalam berita acara persetujuan rapat anggaran merupakan dokumen lengkap yang harus ditandatangani oleh BPD dalam rapat, namun bagaimana mungkin dokumen tersebut ditandatangani sedangkan rapatnya saja tidak diundang. “Jadi itu dokumen lengkap, jadi jika tidak ada tandatangan maka tidak bisa dicairkan,” katanya.
Menurut saksi, selama ini dirinya mengalami kesulitan untuk mengakses detail anggaran desa karena memang kepala desa yang tidak pernah dilibatkan oleh kepala desa selama menjabat sebagai ketua BPD. “Selama ini sudah pernah menyampaikan meminta dokumen apbdes, dan hal ini sudah disampaikan secara lisan, tetapi tidak ditanggapi oleh kades, hal ini berlangsung beberapa tahun.” Katanya.
Dalam pengelolaan dana desa, kades tidak transparan, dimana APBDes tidak pernah disosialisasikan kepada masyarakat baik besarannya maupun peruntukannya.
“Tidak ada papan proyeknya, bahkan tidak ada prasasti yang dipasang pada setiap bangunan, ditepat kami banyak dibangun jalan setepak bertiang dan hampir setiap tahun dari 2016-2019, ada juga lapangan olahraga.” katanya.
Saksi juga menyatakan, laporan adanya dugaan pemalsuan tandatangan ini baru dilakukan saat ini karena baru ditemukan bukti setelah sekdes SP Tiga Sakti yang berstatus tidak lagi bertugas sebagai sekdes namun kembali bertigas dikantor camat Tulung Selapan. “Saya tidak tahu siapa yang memalsukan.” katanya.
Selain itu, saksi juga menerangkan bahwa pada tahun 2019 lalu ada surat panggilan dari pihak kejaksaan terkait adanya dugaan korupsi dana desa di Simpang Tiga Sakti, hal ini membuat saksi merasa khawatir jika nantinya ikut terseret sementara tidak mengetahui pengelolaan dana desa. “Jadi tandatangan yang dipalsukan tersebut sebenarnya ada 11 orang anggota BPD.” Jelas dia.
Lebih lanjut saksi juga mengakui dalam pengawasannya tidak melaporkan apa yang alaminya ke inspektorat OKI atau membuat surat kepada kades atas nama BPD, demikian juga dengan tunjangannya sebagai ketua BPD tetap diterima selama menjabat.
Menurut saksi, akibat pemalsuan tandatangan ini yang diuntungkan adalah kepala desa, karena dapat melaksanakan kegiatan tanpa harus mendapatkan persetujuan BPD.
“Saya merasa harkat dan martabat saya telah dilecehkan, saya minta agar dihukum seadil-adilnya,” tandasnya.
Sementara saksi Wiwid Efani mengatakan, dirinya juga tidak banyak dilibatkan oleh kepala desa dalam hal pengelolaan anggaran desa, namun dirinya hanya melayani administrasi umum. “Untuk rapat pembahasan anggaran saya tidak dilibatkan, saya hanya mengurus administrasi umum.” Ujarnya.
Demikian juga halnya saksi Jefry mengaku tidak begitu banyak terlibat dalam hal penyelenggaraan pemerintahan di desa dalam hal tupoksinya sebagai anggota BPD.
Sementara itu usai mendengarkan keterangan saksi, terdakwa Samsul Bahri mengaku keberatan atas keterangan saksi yang menurut tersangka tidak semuanya benar.Keberatan tersebut akan disampaikan dalam pembelaan.
Setelah mendengarkan keterangan saksi, majelis hakim menunda sidang pada selasa pekan depan (24/5/2022). Usai persidangan penasehat hukum terdakwa, Junjati, SH MH dari kantor hukum J&J dan rekan mengatakan, dari keterangan saksi dapat diketahui bahwa para saksi ini mengakui adanya pembangunan yang dirasakan atau dinikmati oleh masyarakat, artinya pembangunan tetap berjalan sebagaimana mestinya.
“Silahlan saja para saksi dengan argumentasi dan keterangannya, namun mereka juga mengetahui pembangunan di desa tetap berjalan dan mereka juga menerima tunjangan.” Tukasnya.
Terpisah, kuasa hukum pelapor, Maulana Octaviano SH dan dan Rahmat Kurniawan Nasution SH kantor Hukum Polis abdi Hukum berharap kedua terdakwa ini agar ditahan karena terdakwa diduga memalsukan tandatangan APBDes yang merupakan anggaran dari negara untuk masyarakat desa.
“Pertimbangannya, apabila terdakwa tidak ditahan dimana terdakwa memalsukan dokumen anggaran negara untuk masyarakat, bagaimana dengan ancaman tindak pidana yang sama , tapi berbeda peristiwa apakah tidak dilakukan penahanan juga.” Tukasnya. (fir)