Rasakan Sensasi Tempe Mendoan Asli Sawangan, Lebih dari Sekadar Gorengan!

EKONOMI77 Dilihat

PURWOKERTO, viralsumsel.com – Sebuah perjalanan yang tidak biasa kembali digelar oleh Gerakan Fermentasi Nusantara. Pada 31 Mei hingga 1 Juni 2025, organisasi yang berfokus pada pelestarian warisan kuliner fermentasi ini menggelar Tur Fermentasi ke dua wilayah di Jawa Tengah, yakni Kota Purwokerto dan Kabupaten Banyumas.

Tur ini menjadi ajang mengenal lebih dekat kekayaan budaya kuliner fermentasi yang telah turun-temurun menjadi bagian dari kehidupan masyarakat setempat.

Sawangan dan Tempe Mendoan: Warisan Fermentasi Kota Purwokerto

Destinasi pertama dalam tur ini adalah Sawangan, sebuah kawasan di Kota Purwokerto yang dikenal sebagai pusat produksi tempe mendoan. Sajian khas yang sudah melegenda ini bukan sekadar tempe biasa. Tempe mendoan dibuat melalui proses fermentasi khusus: kacang kedelai difermentasi secara lembar demi lembar dan dibungkus dengan daun pisang, menjadikannya memiliki tekstur dan cita rasa yang khas. Setelah itu, tempe digoreng dalam balutan campuran tepung beras dan sagu, lengkap dengan taburan irisan daun bawang.

Saat rombongan tiba, suasana Sawangan terlihat ramai. Eco 21, lokasi yang dikunjungi, dipenuhi jajaran tempe mendoan mentah yang dibungkus rapi dalam daun pisang. Nomor-nomor pesanan sudah melekat pada setiap bungkus, menunjukkan tingginya permintaan dari para pelanggan setia. Di sisi lain, wajan-wajan besar telah siap menggoreng tempe mendoan hingga matang. Sajian khas ini kemudian dikemas dalam besek bambu, sebuah inovasi ramah lingkungan yang mencerminkan kearifan lokal. Tak heran jika tempe mendoan tetap menjadi primadona kuliner fermentasi di Purwokerto.

Baca Juga :  Bawa 2000 Paket Superqurban, Rumah Zakat Kirim Tiga Truk Kebaikan Gempa Sumbar 

Menyusuri Tradisi Ciu di Desa Wlahar, Banyumas

Perjalanan kemudian dilanjutkan ke Desa Wlahar, Kabupaten Banyumas, yang terletak sekitar satu jam perjalanan dari pusat Kota Purwokerto. Di desa ini, rombongan disambut oleh atmosfer pedesaan yang kental dengan tradisi dan budaya, terutama dalam pembuatan minuman fermentasi ciu.

Ciu merupakan minuman tradisional yang telah diproduksi secara turun-temurun selama ratusan tahun. Proses pembuatannya masih menggunakan metode otentik: ramuan tape singkong, tape ketan, dan air gula aren difermentasi, lalu didestilasi menggunakan guci tanah liat dan pipa bambu. Hasilnya adalah minuman dengan cita rasa dan aroma khas yang mengingatkan pada tampo, minuman fermentasi kuno yang bahkan disebut dalam Serat Centhini, karya sastra klasik dari awal abad ke-19.

Pada malam harinya, diadakan santap malam budaya bersama warga Desa Wlahar, yang menjadi momen penuh keakraban dan penghargaan terhadap kearifan lokal. Dalam kesempatan tersebut, Gerakan Fermentasi Nusantara bersama Punggawa Budaya Nusantara memberikan apresiasi kepada Desa Wlahar dan Deskart Sotyo Jatmiko, S.H., M.I.P., salah satu tokoh budaya Banyumas. Hadir pula Narsim/Oho, Kepala Desa Wlahar, dan Sugiarto dari Pajatra.

Baca Juga :  Strategi Menggunakan Pinjaman Online Setelah PHK untuk Bertahan Hidup

Dalam sambutannya, Narsim menyampaikan pentingnya budaya sebagai penggerak ekonomi desa. Ia juga berharap ada dukungan dari pemerintah dalam bentuk regulasi yang lebih akomodatif bagi produk-produk UMKM fermentasi. Sementara itu, Deskart Jatmiko mengisahkan perjalanan budaya di Banyumas dan mendorong semangat pelestarian fermentasi sebagai warisan berharga.

Cita Rasa Tradisi dalam Santap Malam

Selepas seremoni, warga Desa Wlahar menjamu para tamu dengan menu tradisional khas: nasi bungkus daun jati lengkap dengan kecambah goreng dan tempe gurih. Lauk utamanya adalah ayam gecok, sajian khas serupa mangut namun menggunakan santan dingin yang memberikan sensasi adem dan unik. Kehangatan malam semakin semarak dengan kehadiran Gorys Warung dari Jakarta yang meracik cocktail berbahan dasar ciu, mengombinasikan aroma jeruk nipis hingga rasa manisan mangga.

Suasana malam pun penuh kebersamaan, hangat dan akrab, menunjukkan betapa kuatnya ikatan budaya dalam mempertahankan warisan kuliner tradisional. Tur Fermentasi ini diharapkan bukan hanya menjadi agenda tahunan, tetapi juga gerakan berkelanjutan yang mampu mendorong fermentasi sebagai produk unggulan budaya Indonesia di mata dunia. (bbs)

 

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *