Serangan Pada Herman Deru Dinilai Pengalihan Isu Korupsi Masjid Sriwijaya

banner 728x90

VIRALSUMSEL.COM, PALEMBANG –  Belakangan Gubernur Sumsel H Herman Deru mendapatkan serangan kritik karena dituding nepotisme dalam pengangkatan sejumlah pejabat. Namun, Aktivis Sumsel, Andrei Utama menilai tudingan terhadap HD ,sapaan H Herman Deru, justru bernuansa politis dan pengalihan isu.

Menurutnya, gencarnya kritik yang ditujukan kepada Gubenur Sumsel, Herman Deru belakangan ini selain bernuansa politis juga bertujuan untuk menutupi kasus mega korupsi Masjid Sriwijaya yang sedang dibongkar Kejaksaan Tinggi Sumsel. Apalagi kasus korupsi tersebut diduga kuat melibatkan para pejabat dan mantan pejabat penting di Sumsel.

“Masyarakat sudah membaca bahwa gencar kritik berbau fitnahan terhadap Herman Deru dilancarkan bersamaan dengan kasus mega korupsi Masjid Sriwijaya yang sedang heboh saat ini. Hal ini tentu ingin mengaburkan kasus korupsi masjid yang menghebohkan tersebut,” ujar kepada awak media, Jumat (9/4/2021).

Baca Juga :  Wawako Prima Salam Ingatkan ASN: Utamakan Pelayanan dan Dukung Program RDPS

“Masyarakat sudah membaca bahwa gencar kritik berbau fitnahan terhadap Herman Deru dilancarkan bersamaan dengan kasus mega korupsi Masjid Sriwijaya yang sedang heboh saat ini. Hal ini tentu ingin mengaburkan kasus korupsi masjid yang menghebohkan tersebut,” sambung dia.

Kemudian kakak kandung Herman Deru bermana Peterdono diangkat sebagai Komisaris PTBA oleh Menteri BUMN karena memenuhi persyaratan dan pengalaman di bidang tambang. Di mana Peterdono adalah mantan Kepala Dinas Pertambangan Lampung dan mantan Kepala Bapenda Lampung.

Mengenai pengangkatan Edi Junaidi dan Noversa menjadi Komisaris Bank Sumsel Babel melalui uji kompetensi oleh Otoritas Jasa Keuangan. Apalagi Edi Junaidi memang mantan Asisten 1 Pemprov Sumsel. “Jadi dimana letak KKN nya. Tuduhan itu mengada ada,” katanya.

Baca Juga :  Gubernur Kabulkan Empat Permintaan Wako Pagaralam

Bahkan sebaliknya dari ratusan pejabat pemprov saat ini sekitar 80 persen wajah lama yang menjabat sejak rezim sebelumnya. “Jika KKN tentu ganti semua pejabat lama itu. Tetapi kenyataaanya tidak demikian. Ini menunjukkan sikap yang obyektif dan melihat seorang pejabat dari sisi profesionalitasnya, bukan suka atau tidak suka,” katanya. (ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *