VIRALSUMSEL.COM -Bupati Musi Rawas (Mura), H Hendra Gunawan (H2G) menegaskan kenaikan iuran BPJS membuat anggaran pemerintah daerah semakin terbebani. Hal ini disampaikannya saat Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komisi IX DPR RI terkait kenaikan iuran BPJS Kesehatan Kamis (16/1) yang dihadiri Asosiasi Pelayanan Kesehatan di daerah dan juga Asosiasi Kepala Daerah se-Indonesia.
Bupati H Hendra Gunawan selaku Ketua Bidang Kesehatan Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI) ditunjuk sebagai salah satu juru bicara yang pertama dalam rapat yang dipimpin salah satu Pimpinan Pimpinan Komisi IX dari Fraksi PKB Nihayatul Wafiroh di Gedung DPR RI, Jakarta itu. Dalam kesempatan itu bupati menyampaikan, berdasarkan data BPJS Kesehatan per 30 September 2019 total peserta PBI (Penerima Bantuan Iuran) yang didanai APBN pemerintah pusat sebanyak 94,14 juta orang. Kemudian peserta PBI yang didanai pemerintah daerah sebanyak 37,18 juta orang sehingga total peserta PBI mencapai 131,3 juta orang.
“Adapun jumlah peserta PBI tersebut mencakup 59,3 persen dari total peserta BPJS Kesehatan sebanyak 221,2 juta orang. Jika dihitung bersama peserta PPU APBN dengan peserta sebanyak 17,48 juta orang, maka total peserta yang ditanggung negara mencakup 148,8 juta orang atau 67 persen dari total peserta,” papar Bupati H Hendra Gunawan di hadapan anggota Komisi IX DPR RI dan peserta rapat lainnya.
Menurutnya, kenaikan iuran BPJS Kesehatan dikarenakan defisit yang besar dapat dimaklumi. Namun dalam prakteknya di daerah, terdapat sejumlah persoalan yang harus segera diselesaikan dengan baik. Utamanya, permasalahan yang timbul di daerah yakni akibat kenaikan iuran BPJS membuat anggaran pemerintah daerah semakin terbebani.
“Adanya kenaikan iuran BPJS yang mencapai 100 persen jelas akan mempengaruhi besar anggaran yang harus dialokasikan untuk membayar iuran bagi peserta PBI jaminan kesehatan serta penduduk yang didaftarkan oleh pemerintah daerah dan otomatis akan memperkecil alokasi anggaran lainnya. Sementara dalam PP Nomor 12 Tahun 2019 tentang pengelolaan keuangan daerah dan Permendagri Nomor 33 tahun 2019 tentang pedoman penyusunan APBD mewajibkan Pemda menyiapkan anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari total anggaran, kesehatan 10 persen dan infrastruktur 25 persen, artinya 55 persen anggaran APBD digunakan untuk sector-sektor yang sudah diplot pemerintah pusat,” tegasnya.
Permasalahan lainnya lanjut Bupati, data penerima bantuan iuran jaminan kesehatan belum singkron. Kemudian daerah kesulitan mempertahankan program Jaminan Kesehatan Menyeluruh serta akan semakin banyak peserta BPJS Mandiri pindah kelas perawatan dan jelas ini akan mempengaruhi daya tampung rumah sakit untuk kelas III.
Disampaikanya pula, kenaikan iuran BPJS juga menimbulkan banyak dampak. Diantaranya kartu kepesertaan BPJS tidak bisa berlaku secara langsung melainkan harus menungu selama 1 bulan baru bisa aktif. Kemudian masyarakat yang mengalami keterlambatan 1 hari dalam pembayaran iuran kepesertaraanya langsung diputuskan dan bila akan mengaktifkan kembali harus melunasi tunggakan dan membayar denda terlebih dahulu.
“Dampak yang tidak kalah besarnya, potensi masyarakat dengan pembiayaan mandiri yang mengakses pelayanan kesehatan akan menurun dengan ketidakmampuan pembayaran iuran yang meningkat terutama pada masyarakat menengah ke bawah menjadi tanggungjawab pemerintah daerah,” ungkap Bupati H Hendra Gunawan.
Atas semua permasalahan dan dampak-dampak tersebut, pemerintah daerah khususnya yang tergabung dalam APKASI juga memberikan saran sebagai masukan untuk penyelesaian di tingkat pusat. “Kebijakan menaikan iuran bukan solusi tepat, karena bukan satu-satunya solusi yang dapat menuntaskan persoalan,” tegasnya.
Masih banyak pemikiran mengenai penataan ulang menajemen BPJS sehingga tidak harus membebani masyarakat, namun jika harus dinaikan maka perbaikan pelayanan kepada peserta BPJS dalam memperoleh pelayanan juga perlu ditingkatkan, mengingat masyarakat masih belum puas dengan pelayanan BPJS selama ini.
“Sebaiknya kenaikan iuran BPJS menjadi alternatif terakhir setelah aa upaya optimalisasi pengumpuilan iuran dari kelompok masyarakat yang belum tertib membayar dan diikuti dengan perbaikan sistem manajemen BPJS,” sarannya.
Atas naiknya iuran tersebut ekonomi masyarakat kelas menengah ke bawah menurut Bupati H Hendra Gunawan dikhawatirkan semakin tertekan. Saran lainnya, pemerintah perlu memberikan kemudahan bagi Pemda dalam mengakses pinjaman ke bank untuk menutupi kekurangan pembayaran iuran karena pelayanan terhadap publik tidak boleh berhenti, harus jalan.
“Selain itu, BPJS kesehatan bisa meminjam dana ke bank negara secara professional untuk menutupi defisit kepada rumah sakit,” pungkas Bupati yang disambut tepuk tangan peserta rapat yang hadir.
Rapat dengar pendapat yang dipimpin Nihayatul Wafiroh dimulai sekitar pukul 13.20 WIB.
“Kami mengundang bapak/ibu di komisi IX untuk memberikan masukan-masukan yang akan menjadi bahan kita untuk diskusi lebih lanjut,” kata anggota DPR RI dari Dapil Jatim III itu.
Sementara itu, Ketua Umum Asosiasi DPRD Kabupaten Seluruh Indonesia (Adkasi), Lukman Said meminta agar kenaikan iuran BPJS Kesehatan ditunda. Menurutnya, perlu kajian yang mendalam sebelum keputusan itu ditetapkan agar tidak menjadi masalah.
“Harapan kami kepada Anggota Dewan yang terhormat, perlu kajian secara mendalam karena (kenaikan BPJS) pasti akan ada masalah. Tidak usahlah dinaikkan dulu,” kata Lukman.
Sebelum iuran dinaikkan, Lukman meminta pemerintah memperbaiki sistem layanan BPJS Kesehatan. Ia menceritakan banyak masalah yang terjadi khususnya di daerah, salah satunya banyak rakyat miskin yang tidak diterima oleh pihak rumah sakit.
“Pegawainya jangan marah-marah oleh peserta BPJS. Lalu (BPJS Kesehatan) dikasihnya ke rakyat yang miskin, banyak orang miskin yang tidak dapat BPJS itu tidur di luar,” ungkapnya.
Hal yang sama juga diungkapkan oleh Wali Kota Bontang Neni Moerniaeni. Menurutnya, seharusnya kenaikan iuran BPJS Kesehatan menjadi alternatif terakhir setelah ada perbaikan sistem manajemen BPJS.
“Seharusnya ada upaya optimalisasi pengumpulan iuran dari kelompok masyarakat yang belum tertib membayar dan diikuti dengan perbaikan sistem manajemen BPJS,” sarannya.
Adapun rapat dengar pendapat dengan sekitar 30 pimpinan dan anggota Komisi IX DPR RI dari jumlah keseluruhan 51 orang kemarin dihadiri perwakilan Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI), Asosiasi Pemerintah Kabupaten Seluruh Indonesia (APKASI), Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Perhimpunan Rumah Sakit Seluruh Indonesia (PERSI), Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI), dan Asosiasi Rumah Sakit Daerah Seluruh Indonesia (ARSADA).
Seperti diketahui, pemerintah resmi menaikkan iuran BPJS Kesehatan.
Kenaikannya dimulai sejak 1 Januari 2020. Hal ini seiring dengan ditandatanganinya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2019 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan yang diteken Jokowi pada 24 Oktober 2019.
Sebelumnya, ihwal kenaikan iuran BPJS Kesehatan ini memang sempat menimbulkan polemik. Bahkan, banyak peserta yang akhirnya memilih untuk melakukan turun kelas lantaran tak sanggup bertahan di kelas layanan saat ini yang tarif iurannya sudah naik. (pnc/net)