Oleh : Drs. Ratu Dewa, M.Si Sekretaris Daerah Kota Palembang
“be disruptive, or you will be disrupted” (Rhenald Kasali: Self Disruptive, Mizan: 2018)
Konstelasi pelayanan publik telah mengalami fenomena disrupsi yang dipantik oleh era revolusi industri 4.0. Polarisasi menuju reformasi birokrasi telah menggilas anomali pelayanan publik menuju era digital yang smart, simple dan efektif.
Bunga rampai dari dari reformasi birokrasi menginisiasi lahirnya inovasi-inovasi pelayanan publik. Gelombang disrupsi atau perubahan telah mengubah ‘pola-pola lama’ ke arah ‘pola-pola baru’ di semua aspek kehidupan, baik sosial, budaya, pemerintahan dan politik. Dalam marwahnya sebagai penyelenggara pelayanan publik, pemerintah harus juga beradaptasi dengan pergeseran yang terjadi untuk tetap kompetitif dalam era global.
“It is not the strongest of the species that survives nor the most intelligent. It is the one most adaptable to change “ Charles Darwin. Mengutip Darwin, “Bukanlah spesies yang terkuat atau terpintar yang akan bertahan. Tetapi yang paling mampu beradaptasi”.
Untuk itu, melakukan disrupsi sesuai tuntutan menjadi pilihan untuk tetap bertahan dan memenangkan hati publik dalam kontestasi penyelenggaraan excellence service. Kemampuan beradaptasi dengan pola-pola baru merupakan pembuktian apakah kita bernyali konservatif atau mastery.
Kaum mastery akan menjadi orang-orang yang adaptif dan memiliki keunggulan kompetitif yang memiliki kemampuan pengejawantahan visi dalam aksi konkrit mengikuti disrupsi yang terjadi. Kuatnya impuls digitalisasi dalam era revolusi industri keempat, menjalar bak pandemi yang menyisakan dua pilihan berubah atau punah. Disrupsi akibat penetrasi teknologi telah menafikkan asimetri kekuasaan antara pemerintah dan rakyat. Konsekuensinya, publik menuntut adanya reformasi dalam birokrasi penyelenggaraan pelayanan publik.
Hasil analisa IMD World Competitiveness Center terhadap performa digital Indonesia selama 2019 berada di ranking 56 dari 63 negara. Terdapat tiga faktor yang menjadi dasar penilaian, yaitu: knowledge (56), technology (47) dan future readiness (58). Kondisi ini menempatkan Indonesia berada di kuartil terbawah, tetapi di saat yang bersamaan penilaian ini merupakan ranking tertinggi selama lima tahun terakhir. Sebuah kondisi pseudobulbar affect, yang membuat kita tertawa di saat sedih.
Disrupsi Birokrasi
“Dengan mengucap Bismillahirahmannirahim, dengan ini, saya meresmikan Industrial Summit 2018 dan peluncuran Making Indonesia 4.0,” kata Presiden Joko Widodo pada acara Peluncuran Making Indonesia 4.0 sebagai bagian rangkaian acara Indonesia Industrial Summit 2018 di Jakarta Convention Center, Rabu (4/4/18). Road map “Making Indonesia 4.0” merupakan strategi nasional dalam menghadapi era Revolusi Industri 4.0. Dengan peta jalan tersebut pemerintah berpacu menghadapi gelombang disrupsi.
Ketika birokrasi kita masih berkutat menghadapi revolusi industri 4.0, tantangan pandemi Covid-19 telah memasuki babak baru, yaitu tatanan normal baru. Dibutuhkan akselerasi untuk tetap melayani dalam kondisi apapun. Digitalisasi merupakan option yang paling tepat yang mampu beradaptasi dalam segala kondisi. Mekanisme pelayanan publik harus beralih kearah lanskap digital. Marwah pemerintah daerah terkonsentrasi dalam kemampuannya menyajikan service excellence.
Pandemi telah berhasil memaksa berlangsungnya percepatan pada proses digitalisasi. Pola birokrasi manual dan tatap muka bertransformasi menjadi digital dan virtual. Possitive impact ini akan mempercepat implementasi smart government karena “bantuan” pandemi ini.
Kondisi new normal diharapkan tidak membawa birokrasi kembali pada jalur tradisional sebelumnya. Merujuk pada teori Kurt Lewin tentang Model Perubahan –unfreezing-movement-refreezing- maka pandemi telah membawa kita pada new methods atau tatanan baru yang akan menjadi kultur baru. Untuk itu, digitalisasi yang didorong oleh pandemi diharapkan akan menjadi static culture yang menghasilkan pelayanan prima.
Bunga Rampai Inovasi Pelayanan Publik Kota Palembang Merujuk pada Pasal 23 ayat (1) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik, disebutkan bahwa “Dalam rangka memberikan dukungan informasi terhadap penyelenggaraan pelayanan publik perlu diselenggarakan Sistem Informasi yang bersifat nasional” sementara di Pasal 23 ayat (4) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2009 tentang Pelayanan Publik Penyelenggara berkewajiban mengelola Sistem Informasi yang terdiri atas Sistem Informasi Elektronik atau Non elektronik yang sekurang-kurangnya meliputi; profil penyelenggara, profil pelaksana, standar pelayanan, maklumat pelayanan, pengelola pengaduan dan penilaian kinerja.
Palembang merupakan salah satu kota MICE di Indonesia. Kota ini telah menjadi kota metropolitan melalui beberapa pembangunan mega proyek seperti LRT dan hotel-hotel chain internasional. Untuk mampu mengiringi pergerakan tersebut, inovasi-inovasi pelayanan publik yang efektif, efisien yang memangkas birokrasi menjadi suatu keniscayaan.
Dalam kunjungannya pada Kamis (9/7/2020), Deputi Pelayanan Publik Kemenpan-RB, Prof Diah Natalisa memberikan apresiasi yang tinggi atas pelayanan yang diselenggaran Mall Pelayanan Publik (MPP) Kota Palembang. Berdiri diatas lahan seluas 12.000 meter persegi, MPP Kota Palembang menjadi MPP terbesar di Indonesia.
Dengan mengelola 312 perijinan dan melibatkan lebih dari 30 instansi/badan di luar Pemkot Palembang dalam penyelenggaraan pelayanannya, MPP Kota Palembang sudah mendekati pelayanan paripurna. Dengan menambahkan layanan Drive Thru, maka MPP Kota Palembang akan menjadi yang terlengkap di Indonesia.
Terkini, MPP Kota Palembang telah menjalin kerjasama dengan PT. Aplikasi Karya Anak Bangsa (Gojek Indonesia) untuk pengantaran dokumen sehingga mempermudah pemohon. Kerjasama lain adalah dengan Bank SumselBabel melalui pembayaran retribusi dengan menggunakan QRIS (Barcode Scan). Dengan luas lahan yang dimiliknya MPP Kota Palembang juga telah mengakomodir UKM/IKM di Kota Palembang untuk membuka gerai di dalamnya.
Era disrupsi menuntut penyelenggaraan pelayanan public untuk dapat beradaptasi dengan perilaku masyarakat yang menginginkan pelayanan yang mudah, efektif dan efisien. Implementasi teknologi melalui digitalisasi pelayanan menjadi option yang paling sejalan dengan tuntutan tersebut. Beberapa highlight yang menjadi catatan penting dalam suatu penyelenggaraan pelayanan pubik adalah sebagai berikut: (1) berorientasi pada masyarakat sebagai pengguna; (2) berbasis digital; (3) melakukan pembaharuan melalui inovasi; dan (4) berkelanjutan dalam mengembangkan sumber daya. (RD)