Viralsumsel.com, PALEMBANG – Pemahaman tentang kental manis sebagai produk susu masih cukup mengakar di kalangan masyarakat Indonesia, termasuk juga di Provinsi Sumatera Selatan (Sumsel).
Padahal jika mengacu pada Codex, produk SKM (susu kental manis) yang banyak dipasarkan di masyarakat justru tidak mengandung susu secara keseluruhan melainkan dominan pada kandungan gula.
Secara persentase kandungan lemak susu pada SKM hanya sekitar 8%. Sedangkan gula jauh lebih tinggi yakni mencapai kisaran 50%.
Arif Hidayat, Ketua Harian YAICI dalam kunjungannya di Palembang, mengungkapkan bahwa salah satu penyumbang kasus stunting di Tanah Air adalah konsumsi SKM.
Menurutnya, dari hasil survei yang dilakukan di Kota Palembang, dari total lima keluarga yang didatangi tiga diantaranya terkena stunting. Dan rata-rata orang tuanya bermula memberikan SKM.
“Jadi stunting itu salah satu penyebabnya adalah apa yang dikonsumsi ibu dan anak. Dan survei kita mendapati masih ada anak usia dibawah 6 tahun yang diberi SKM, sampai orang tuanya menyetok,” ujarnya, Sabtu (31/8/2024).
Untuk itu dengan menggandeng Majelis Kesehatan PP Muslimat NU, YAICI telah melaksanakan kegiatan edukasi mengenai stunting, gizi buruk dan berbagai persoalan yang berkaitan dengan stunting.
Adapun sosialisasi tersebut difokuskan pada kalangan calon orangtua, serta pasangan yang baru menikah. Hal itu dilatarbelakangi oleh batasan usia anak yang bisa diselamatkan dari stunting yakni di usia 2 tahun.
Senada, Kabid Kesmas Dinkes Sumsel, Dedi Irawan mengatakan persoalan SKM menjadi salah satu penyebab stunting bukan lagi sebagai isu melainkan fakta.
Menurutnya pemberian SKM yang dinilai sebagai susu itu disebutnya sudah tertanam sejak lama. Hal itu karena banyak yang belum paham bahwa SKM didominasi gula dan tidak baik untuk balita.
“Stunting terjadi karena pola asuh yang salah, sekitar 60%. Ada juga temuan anak di bawah 6 bulan diberikan SKM, itu ketahuan saat dia datang ke Posyandu ternyata setelah ditanya saat masih balita diberi SKM,” ujarnya.
Sejauh ini, imbuh Irawan, berbagai upaya pencegahan telah dilakukan diantaranya melalui edukasi yang disampaikan oleh kader Posyandu, sosialisasi dan pelatihan tenaga gizi, tenaga kesehatan dan lainnya.
“Edukasi juga terkait pemberian makanan tambahan pada bayi dan konseling ASI dan lainnya,” pungkasnya.