KPK Akan Periksa 32 Anggota DPRD OKU, Paska Tetapkan 6 Tersangka Kasus Fee Proyek dari Dinas PUPR

MODUS1577 Dilihat

viralsumsel.com ,JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan bahwa mereka akan meminta keterangan dari 32 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, sebagai bagian dari pengembangan penyelidikan kasus dugaan korupsi yang melibatkan sejumlah anggota DPRD OKU.

Kasus ini berkaitan dengan komitmen fee atau imbalan atas sejumlah proyek pembangunan yang sudah disetujui oleh pemerintah daerah OKU.

Asep Guntur Rahayu, Direktur Penyidikan KPK, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, pada Minggu (15/03/2025), mengungkapkan bahwa pihaknya masih mendalami peran dari setiap anggota DPRD yang diduga terlibat.

Asep menjelaskan bahwa sejauh ini hanya tiga anggota DPRD OKU yang telah ditetapkan sebagai tersangka, namun KPK tidak menutup kemungkinan adanya keterlibatan anggota DPRD lainnya.

“Kami akan terus mendalami peran dari anggota DPRD yang saat ini sudah ditetapkan sebagai tersangka, dan melihat apakah keterlibatan anggota lainnya akan terungkap dalam proses penyelidikan ini,” katanya.

KPK menyebutkan bahwa mereka berencana memanggil 32 anggota DPRD OKU yang terlibat dalam proses penentuan proyek yang dilaksanakan oleh pemerintah daerah OKU.

Pemeriksaan terhadap mereka dilakukan untuk mengetahui lebih lanjut tentang praktik fee proyek yang dijalankan.

Asep juga menekankan bahwa pemeriksaan terhadap tersangka baru dilakukan dalam 1×24 jam, sehingga pihaknya belum memperoleh informasi yang lebih lengkap dari pihak yang sudah diperiksa.

Kasus Korupsi yang Terungkap

Kasus ini bermula dari pengungkapan KPK mengenai praktik korupsi yang melibatkan sejumlah anggota DPRD OKU yang diduga menagih fee atau imbalan dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) OKU, Nopriansyah.

Fee yang dimaksud terkait dengan sembilan proyek pembangunan yang tercantum dalam pokok-pokok pikiran DPRD atau pokir yang telah disetujui oleh pemerintah daerah OKU.

Baca Juga :  Personil Sat lantas Polres Banyuasin Rela Sapu Jalan Antisipasi Lakalantas

Proyek-proyek ini antara lain meliputi rehabilitasi rumah dinas Bupati dan Wakil Bupati OKU, renovasi kantor Dinas PUPR OKU, perbaikan jalan, hingga pembangunan jembatan yang sangat vital bagi infrastruktur di daerah tersebut.

Nopriansyah, selaku Kepala Dinas PUPR OKU, dilaporkan telah berjanji untuk mencairkan uang muka proyek tersebut sebelum Hari Raya Idul Fitri 2025.

Fee yang dijanjikan berasal dari pencairan dana proyek yang telah disepakati oleh DPRD OKU dan pemerintah daerah.

Beberapa anggota DPRD yang terlibat dalam kasus ini di antaranya adalah Ferlan Juliansyah (FJ) yang merupakan anggota Komisi III DPRD OKU, M Fahrudin (MFR) yang menjabat Ketua Komisi III DPRD OKU, serta Umi Hartati (UH), Ketua Komisi II DPRD OKU.

Praktik Suap yang Terungkap

Namun, di balik proses administrasi yang terlihat sah, KPK menemukan fakta bahwa aliran uang yang diduga kuat merupakan suap untuk memastikan proyek-proyek tersebut terlaksana.

Dua pihak swasta, M Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS), juga turut terlibat dalam kasus ini.

Kedua pihak swasta tersebut dilaporkan telah memberikan sejumlah uang sebagai komitmen fee kepada para anggota DPRD dan Nopriansyah untuk memperlancar pencairan dana proyek.

MFZ diketahui telah menyerahkan uang senilai Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah, yang sebagian besar digunakan untuk “menyelesaikan” kewajiban terhadap anggota DPRD yang terlibat.

Selain itu, pada awal Maret 2025, ASS juga menyerahkan uang sebesar Rp1,5 miliar kepada Nopriansyah. Uang tersebut merupakan bagian dari komitmen fee yang diterima oleh pihak-pihak terkait dalam kasus ini.

Penyelidikan KPK lebih lanjut mengungkapkan bahwa pada saat dilakukan penggeledahan, pihaknya berhasil menemukan dan mengamankan uang senilai Rp2,6 miliar yang diduga sebagai komitmen fee yang diberikan oleh MFZ dan ASS kepada Nopriansyah dan anggota DPRD OKU yang terlibat.

Baca Juga :  Motor Hangus Dibakar, Begal Sadis di Belida Darat Muara Enim Diamuk Massa

Tersangka dan Tindak Pidana

KPK telah menetapkan enam orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka terdiri dari Nopriansyah (Kadis PUPR OKU), tiga anggota DPRD OKU—Ferlan Juliansyah, M Fahrudin, dan Umi Hartati—serta dua pihak swasta, M Fauzi dan Ahmad Sugeng Santoso.

Mereka dijerat dengan Pasal 12 a, Pasal 12 b, dan Pasal 12 f Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Sedangkan, kedua pihak swasta, MFZ dan ASS, dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a atau b Undang-Undang yang sama terkait dengan pemberian suap.

Kasus ini kembali memperlihatkan betapa tingginya godaan bagi pejabat publik di tingkat daerah untuk menyalahgunakan kewenangan mereka dalam pengelolaan proyek-proyek pemerintah.

Praktik korupsi yang terjadi di dalam proses pengadaan barang dan jasa ini juga menunjukkan bahwa birokrasi dan politik sering kali saling tumpang tindih, menciptakan celah untuk praktik penyalahgunaan wewenang.

Penegakan Hukum dan Harapan ke Depan

Melihat temuan-temuan yang ada, KPK terus berkomitmen untuk mendalami lebih jauh keterlibatan pihak-pihak lain dalam kasus ini, serta melakukan upaya-upaya pencegahan agar kasus serupa tidak terulang.

KPK juga mengimbau agar seluruh pihak yang terlibat dalam pengadaan barang dan jasa proyek pemerintah untuk lebih transparan dan akuntabel dalam setiap prosesnya.

Kehadiran KPK dalam kasus ini memberikan harapan bahwa penegakan hukum terhadap korupsi di Indonesia dapat terus dilakukan dengan tegas, meskipun tantangan besar masih ada dalam membersihkan birokrasi dari praktik-praktik penyalahgunaan kekuasaan yang merugikan negara dan rakyat. (ril)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *